Langkah-Langkah Dalam Penyelesaian Kasus Hukum

Law books in a row

Dalam menyelesaikan suatu kasus hukum, Gr. van der Brught dan J.D.C. Winkelman menyebutkan tujuh langkah yang harus dilakukan seorang hakim dalam menghadapi suatu kasus antara lain:

  1. Meletakkan kasus dalam sebuah peta (memetakan kasus) atau memaparkan kasus dalam sebuah ikhtisar (peta), artinya memaparkan secara singkat duduk perkara dari sebuah kasus (menskematisasi);
  2. Menerjemahkan kasus itu ke dalam peristilahan yuridis (mengkualifikasi, pengkualifikasian);
  3. Menyeleksi aturan-aturan hukum yang relevan;
  4. Menganalisis dan menafsirkan (interpretasi) terhadap aturan-aturan hukum itu;
  5. Menerapkan aturan-aturan hukum pada kasus;
  6. Mengevaluasi dan menimbang (mengkaji) argumen-argumen dan penyelesaian;
  7. Merumuskan (formulasi) penyelesaian.

Contoh Penyelesaian Kasus Hukum

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Pada Usaha Pertambangan CV. Arjuna di Makroman Samarinda Kalimantan Timur

1) Meletakkan kasus dalam sebuah peta (memetakan kasus) atau memaparkan kasus dalam sebuah ikhtisar (peta), artinya memaparkan secara singkat duduk perkara dari sebuah kasus (menskematisasi).

Asal muasal terjadinya sengketa lingkungan hidup yang terjadi disebabkan oleh pihak CV. Arjuna yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di dekat areal persawahan warga dengan tidak menyediakan penampungan limbah hasil tambang yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga menyebabkan terjadinya luapan air ke sawah-sawah warga saat hujan.

Akhir 2008 penampung limbah pencucian batubara perusahaan jebol, mencemari sumber air dan masuk ke kolam ikan dan sawah. Sejak itu penghasilan warga susut. Bibit ikan tak mau tumbuh, sementara bibit padi di sawah tertimbun lumpur. Ini lah bentuk pelanggaran AMDAL yang di temukan oleh warga Makroman.

Di lokasi pengerukan, beberapa bukit dengan hutan lebatnya dibiarkan gundul setelah batubaranya dikeruk. Limbah batuan bertumpuk di mana-mana, sungai dipotong, perbukitan rata dengan tanah. Air dari lubang tambang dialirkan dengan pompa ke parit-parit ala-kadarnya, langsung menuju sawah-sawah warga. Air ini membawa limbah batuan ke arah bawah, arah hamparan sawah. Saat ini sudah dua lubang bekas penambangan diwariskan perusahaan, dalamnya hampir 100 meter. Lubang raksasa itu berada di pinggir jalan, terbuka, tak berpagar, bahkan tak ada tanda peringatan bahaya. Tak ada tanda-tanda dilakukan reklamasi maupun pemulihan. Sedangkan kawasan tersebut ialah merupakan jalan lintasan warga menuju Samarinda. Tiga sumber air warga juga sudah rusak, dua sumber mata air menjadi lubang tambang, sisanya menjadi kolam penambung limbah. Hal ini membuat warga melakukan protes kepada perusahaan pada Oktober 2009.


2) Menerjemahkan kasus itu ke dalam peristilahan yuridis (mengkualifikasi, pengkualifikasian).

Bagaimana Upaya penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Pada Usaha Pertambangan CV. Arjuna dengan Warga di Makroman Samarinda Kalimantan Timur?


3) Menyeleksi aturan-aturan hukum yang relevan;

Pasal 85 ayat (1) tersebut menyebutkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan:

(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:

  1. Bentuk dan besarnya ganti rugi;
  2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
  3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
  4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

4) Menganalisis dan menafsirkan (interpretasi) terhadap aturan-aturan hukum itu;

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan lebih menekankan kepada para pihak yang bersengketa untuk menentukan bentuk yang dipilih atau disepakati untuk dijadikan forum penyelesaian bersama. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui perundingan di luar pengadilan dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang berkepentingan, yaitu para pihak yang mengalami kerugian dan mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang terkait dengan subyek yang disengketakan, serta dapat melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan hidup.


5) Menerapkan aturan-aturan hukum pada kasus;

Sebagai upaya atau langkah konkrit dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup antara CV. Arjuna dengan masyarakat Kelurahan Makroman, perlu diadakan negosiasi antara CV. Arjuna yang diwakili oleh kepala Cabang CV. Arjuna dan koordinator masyarakat Kelurahan Makroman.

Adapun apabila kedua belah pihak bertemu, sebaiknya melakukan kesepakatan antara lain:

  1. Tidak boleh menambang diareal dekat pemukiman dan fasilitas warga; Melihat kenyataan dilapangan bahwa terjadinya banjir atau luapan air saat hujan turun, maka aktifitas pertambangan yang dilakukan berdekatan dengan fasilitas warga sangat rawan menimbulkan pencemaran lingkungan, sehingga pada salah satu poin tuntutan yang diajukan warga ialah untuk tidak melakukan kegiatan usaha pertambangan diareal dekat dengan pemukiman dan fasilitas warga seperti sawah, kebun, dan kolam ikan warga.
  2. Wajib membangun waduk/bendungan tempat penampungan air; Terjadinya luapan air saat hujan datang membuat warga susah mencari air bersih untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mencuci, serta mandi. Wajibnya membangun waduk/bendungan tempat penampungan air dirasa cukup logis melihat susahnya mencari air bersih di Kelurahan Makroman.
  3. Wajib diperbaiki drainase/saluran irigasi diareal persawahan warga; Tempat pembuangan limbah tambang CV. Arjuna masih dirasa kurang sesuai dengan kapasitasnya, karena pada saat hujan datang, penampungan limbah CV. Arjuna sering meluap, sehingga pihak perusahaan mengalirkan air limbah tambang ke saluran irigasi warga dan hal ini menyebabkan rusaknya saluran irigasi warga yang tidak kuat menampung besarnya volume air seingga terjadinya kerusakan pada saluran irigasi persawahan warga.
  4. Perbaiki jalan lingkungan; Banyaknya kendaraan serta alat-alat berat yang lalu-lalang di jalan akses warga membuat badan jalan tersebut mengalami kerusakan. Sehingga saat hujan, sangat berbahaya untuk menggunakan jalan dikarenakan licinnya serta banyaknya lobang-lobang pada badan jalan.
  5. Wajib jalankan program CSR untuk warga;
  6. Warga yang selama ini mengajukan keberatan siap berkerja sama dengan perusahaan untuk menjalankan aktivitas masing-masing; dan
  7. Pemerintah Kota Samarinda siap memantau serta mengawal kesepakatan itu hingga benar-benar teralisasi. Dan dalam pelaksanaan pekerjaan yang berkenaan dengan kepentingan warga setempat, maka CV. Arjuna akan melibatkan warga secara langsung.

6) Mengevaluasi dan menimbang (mengkaji) argumen-argumen dan penyelesaian;

Meskipun kasus sengketa lingkungan yang terjadi telah dilakukan secara efektif, namun dalam aplikasi dari hasil kesepakatannnya bisa saja CV Arjuna tidak melaksanakannya dengan baik sesuai hasil dari kesepakatan. Maka dari itu Pemerintah selaku pihak yang berwenang harus melakukan pengawasan teradap hasil kesepakatan yang telah disepakati agar hasil kesepakatan yang didapat dapat berjalan sesuai isi kesepakatan tersebut.


7. Merumuskan (formulasi) penyelesaian.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar jalur pengadilan melalui negosiasi antara CV. Arjuna dengan masyarakat Kelurahan Makroman Kecamatan Sambutan merupakan solusi yang tepat karena telah sesuai dengan Peraturan-perundangan yang berlaku, yaitu pada Pasal 85 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup serta mekanisme pelaksanaannya juga telah memenuhi syarat yang dijabarkan dalam Pasal 6 ayat 1-9 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Masalah maupun pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan juga disebutkan tentang mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar jalur pengadilan.

Dari hasil kesimpulan maka penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut :

  1. Dalam pengendalian dampak lingkungan hidup Pemerintah Kota Samarinda beserta instansi terkait yang berkompeten dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda diharapkan lebih proaktif dan lebih ketat dalam hal pengawasan agar dapat meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan hidup, yang berujung pada sengketa lingkungan hidup.
  2. Pemerintah Kota beserta instansi terkait dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda dapat mengakomodir atas semua tuntutan masyarakat yang dirugikan atau yang terkena dampak langsung sebagai akibat yang berdampak lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan, hingga tuntutan terpenuhi semua, sehingga kedua belah pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketa secara cepat.
  3. Meskipun kasus sengketa lingkungan yang terjadi telah dilakukan secara efektif, namun dalam aplikasi dari hasil kesepakatannnya Pemerintah selaku pihak yang berwenang harus melakukan pengawasan teradap hasil kesepakatan yang telah disepakati agar hasil kesepakatan yang didapat dapat berjalan sesuai isi kesepakatan tersebut.
  4. Perlunya dikembangkan alternatif penyelesaian sengketa seperti pada kasus diatas (negosiasi), namun sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa negosiasi harus terus dikembangkan. Apalagi menyangkut sengketa yang bersifat polisentrik yaitu sengketa yang melibatkan banyak pihak dan persoalan seperti sengketa lingkungan hidup.

Daftar Pustaka

Buku:

Joni Emirzon, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

St. Moenadjat Danusaputro, 1977, Hukum Lingkungan, Buku I: Umum, Binacipta, Bandung.

Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan:

Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Republik Indonesia Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140).

Tinggalkan komentar